Senin, 23 Oktober 2017

STANDARISASI DALAM PERUSAHAAN

ILO-OSH 2001, Standar K3 dari PBB

Pada beberapa kesempatan yang lalu, ISO Center telah mengupas beberapa standar K3 baik dari tingkat global (OHSAS 18001 dan ISO 45001) maupun nasional (SMK3 PP No.50 Tahun 2012). Kali ini ISO Center akan mengupas lagi salah satu standar K3 di tingkat internasional yang mungkin jarang didengar oleh banyak orang. Standar tersebut adalah Standar ILO-OSH 2001.
Standar ILO-OSH 2001 Occupational Safety and Health Management Systems adalah standar Internasional yang diterbitkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa / United Nations) yang mengatur penerapan Sistem Manajemen dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara Nasional maupun di tingkat Organisasi (Perusahaan).
Standar ILO-OSH 2001 memberikan suatu model yang cukup unik di tingkat internasional, cocok dengan standar sistem manajemen dan semua pedoman yang terkait dengannya. Tidak mengikat secara hukum, dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan hukum nasional, regulasi, dan standar yang telah diterima oleh umum. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai pada ILO, seperti persetujuan antara tiga pihak, dan relevan dengan standar internasional yang termasuk di dalamnya Konvensi Keselamatan dan Kesehatan tahun 1981 dan Konvensi Pelayanan Kesehatan Kerja tahun 1985.
Pengaplikasiannya tidak memerlukan sertifikasi, tetapi tidak mengecualikan sertifikasi sebagai alat pengakuan praktek yang baik jika ini adalah keinginan negara tersebut dalam melaksanakan pedoman-pedoman ILO demi mendorong terjadinya integrasi Sistem Manajemen K3 dengan system manajemen lain, dan menyatakan bahwa K3 harus menjadi bagian integral dari manajemen bisnis. Sedangkan integrasi yang diinginkan, diperlukan pengaturan yang fleksibel tergantung pada ukuran dan jenis operasi. Memastikan kinerja K3 yang baik adalah lebih penting daripada formalitas integrasi. Standar ILO-OSH 2001 menekankan bahwa K3 harus menjadi tanggung jawab manajemen lini di organisasi. Pedoman memberikan panduan untuk implementasi pada dua tingkat : Organisasi dan Nasional.
Kelebihan dari standar ILO-OSH 2001 ialah terdapat tuntunan untuk menerapkan Kebijakan K3 dan Standar K3 secara Nasional kemudian mewajibkan seluruh Organisasi yang berada di wilayah ataupun kendali Negara menerapkan Kebijakan K3 dan Standar K3 sesuai yang ditetapkan oleh Negara.
Akan tetapi standar ILO-OSH 2001 tidak secara mutlak mengharuskan teknis penerapan K3 secara Nasional seperti disebutkan di atas dikarenakan standar ILO-OSH 2001 juga bisa diterapkan secara individual dalam Organisasi (Perusahaan).

Penerapan Standar ILO-OSH 2001 di Tingkat Nasional
Pada tingkat nasional, mereka menyediakan untuk pembentukan kerangka nasional demi system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3), hal ini sebaiknya didukung oleh UU dan peraturan nasional. Aksi di tingkat nasional termasuk nominasi dari lembaga yang kompeten untuk sistem manajemen K3, perumusan kebijakan nasional yang koheren dan pembentukan kerangka kerja untuk aplikasi nasional yang efektif dari Standar ILO-OSH 2001, baik dengan cara langsung melaksanakan dalam organisasi atau yang adaptasi dengan kondisi nasional dan praktek oleh pedoman nasional serta kebutuhan spesifik organisasi sesuai dengan ukuran dan sifat kegiatan (oleh pedoman disesuaikan).
Kebijakan nasional untuk system manajemen K3 harus dirumuskan oleh lembaga yang kompeten dalam berkonsultasi dengan organisasi pekerja dan pengusaha, selain itu juga harus mempertimbangkan:
Promosi Sistem Manajemen K3 sebagai bagian dari manajemen keseluruhan
Menghindari  birokrasi, administrasi, serta biaya yang tidak terlalu diperlukan,
Dukungan oleh Inspektorat tenaga kerja, keselamatan dan kesehatan, juga layanan lainnya.

Penerapan Standar ILO-OSH 2001 di Tingkat Organisasi
Pedoman menekankan bahwa kepatuhan terhadap hukum dan peraturan nasional adalah tanggung jawab majikan. ILO-OSH 2001 mendorong terintegrasinya elemen sistem manajemen K3 ke dalam kebijakan secara keseluruhan dan pengaturan manajemen, serta menekankan hal tersebut pada tingkat organisasi, K3 harus menjadi tanggung jawab lini manajemen, dan tidak harus dilihat sebagai tugas untuk departemen K3 dan/atau spesialis.
Sistem manajemen K3 dalam organisasi memiliki lima bagian utama yang mengikuti siklus berstandar internasional, yakni siklus Plan-Do-Check-Act, dimana dasar dari pendekatan sistem ini diperuntukan bagi manajemen. Bagian tersebut adalah Kebijakan, Pengorganisasian, Perencanaan dan Pelaksanaan, Evaluasi, dan Tindakan Perbaikan.
Kebijakan tersebut mengandung unsur-unsur kebijakan K3 dan partisipasi kerja. Hal itu adalah dasar dari system manajemen K3, seperti menentukan arah bagi organisasi untuk mengikutinya.
Pengorganisasian (Organizing) dalam hal ini mengandung unsur tanggung jawab dan akuntabilitas, kompetensi dan pelatihan, dokumentasi dan komunikasi. Utamanya daripada hal tersebut untuk memastikan struktur manajemen di tempat, serta tanggung jawab yang diperlukan dialokasikan untuk memberikan kebijakan K3.
Perencanaan dan implementasi (Planning and Implementation) mengandung unsur-unsur dari tinjauan awal, sistem perencanaan, pengembangan dan implementasi, tujuan K3 dan pencegahan bahaya. Melalui kajian awal, menunjukkan di mana organisasi tersebut berdiri khususnya tentang K3, dan menggunakan hal ini sebagai dasar untuk melaksanakan kebijakan K3.
Evaluasi (Evaluation) mengandung unsur-unsur pemantauan dan pengukuran kinerja, investigasi cedera yang berhubungan dengan pekerjaan, sakit dan sehat, penyakit dan insiden, serta audit dan tinjauan manajemen. Hal itu menunjukkan bagaimana fungsi sistem manajemen K3 dan mengidentifikasi setiap kelemahan yang perlu diperbaiki. Hal ini termasuk unsur yang sangat penting dari audit, yang harus dilakukan pada setiap tahap. Pihak independen dari kegiatan yang akan diaudit haruslah melakukan audit. Hal ini tidak selalu berarti auditor itu dari pihak ketiga saja.

Perusahaan yang memiliki standar ILO-OSH 2001 , PT PERTAMINA





Penerapan Standar ISO 14000 di Indonesia
A. Penggambaran Umum  Mengenai ISO 14000

Sebelum mengenalkan tentang ISO 14000, terlebih dahulu kita mengetahui apa sebenarnya ISO  tersebut. ISO adalah sebuah sebuah organisasi dunia non pemerintah dan bukan bagian dari PBB atau WTO (World Trade Organization) walaupun Standar-standar yang dihasilkan merupakan rujukan bagi kedua organisasi tersebut. Anggota ISO, terdiri dari 110 negara, tidak terdiri dari delegasi pemerintah tetapi tersusun dari institusi standarisasi nasional sebanyak satu wakil organisasi untuk setiap negara. Meski ISO adalah organisasi nonpemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar.
Awalnya ISO 9000 mengenai pembuatan standar bagi manajemen dan kinerja lingkungan yang disahka pada tahun 1993 mengalami kesuksesan. Dokumen-dokumen ISO yang terkait dengan manajemen lingkungan adalah sebagai berikut :
ISO14000: SML – Pedoman umum mengenai Prinsip, Sistem dan Teknik Pendukung (kemudian dikenal sebagai ISO 14004)
ISO 14001: SML – Spesifikasi dengan pedoman penggunaan
ISO 14040: Analisa Daur Hidup – Prinsip Umum dan Praktek-praktek
ISO 14010-12 : Pedoman untuk Audit Lingkungan
Direvisi oleh ISO 19010-12 (berlaku untuk ISO 9001 dan ISO 14001)
ISO 14040 : Standar Analisa Daur Hidup
ISO 14050 : Vocabulary Manajemen Lingkungan
Standar – standar yang diberikan ISO kepada para perusahaan bertujuan agar perusahaan-perusahaan di seluruh negara dapat memiliki gambaran mengenai aturan kerja pengelolaan lingkungan yang efektif dan dapat diterapkan pada sistem manajemen lainnya. Dengan diberikan gambaran – gambaran tersebut, perusahaan diharapkan memiliki suatu sistem peralatan yang dapat dipergunakan dalam menjaga kestabilan dan kelestarian lingkungannya sehingga hal ini memungkinkan kinerja perusahaan dengan basis lingkungan yang selalu terkendali dan terus mengalami perkembangan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) bekerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 dan berbagai stakeholders sejak tahun 1995 mengkaji, menyebarkan informasi, dan melakukan serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Berdasarkan hasil pembahasan dengan “stakeholders” di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup menyadari potensi penerapan Sistem Manajemen Lingkungan bagi peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan, peningkatan peran aktif pihak swasta dan promosi penerapan perangkat pengelolaan lingkungan secara proaktif dan sukarela di Indonesia.

B. ISO 14000 di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan standar ISO 14000 dalam pengelolaan lingkungan di dunia industri. Seperti yang disebutkan di atas bahwa negara Indonesia telah menerapkan standar ISO dari tahun 1993. Hal ini terus dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000. Berbagai program seminar dan penelitian mengenai ISO 14000 terus dikembangkan di Indonesia. Pada tahun 1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya, penelitian dan proyek percontohan Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup, bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak. Rangkaian kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menjadi investasi awal bagi penerapan ISO 14001 di Indonesia dalam menumbuhkan sisi “demand” maupun “supply” menuju mekanisme pasar yang wajar.
Perusahaan perlu memiliki sistem pengelolaan lingkungan yang efisien and efektif. Hal ini dikarenakan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan, semakin ketatnya peraturan-peraturan lingkungan dan tekanan dari pasar kepada perusahaan-perusahaan mengenai komitmen terhadap lingkungan. Di dalam menguji keandalan sistem para pemasoknya, perusahaan-perusahaan ini telah melakukan kajian atau audit lingkungan untuk menilai kinerja lingkungannya (atau yang biasa disebut audit pihak kedua). Tetapi untuk menyakinkan bahwa sistem perusahaan-perusahaan telah memenuhi dan secara terus menerus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan internasional ini maka banyak perusahaan perlu melibatkan pihak independent sebagai penilai sistem mereka. Dari perspektif ini maka muncullah badan-badan sertifikasi yang menjembatani antara kebutuhan calon konsumen dengan para pemasok dalam masalah kinerja lingkungan.
Kalangan bisnis, perdagangan, manufaktur dan jasa membutuhkan informasi tentang kualitas manajemen lingkungan suatu perusahaan, tetapi mereka tidak mungkin melakukan proses verifikasi tersebut sendiri. Kondisi ini yang mendorong keberadaan Sertifikasi Standar Sistem Manajemen Lingkungan sebagai alat bantu untuk mendapatkan jaminan bahwa rekan bisnis, pemasok, dan lain-lain perusahaan-perusahaan terkait juga turut atau bahkan memiliki bukti komitmen terhadap pelestarian lingkungan.

CONTOH PERUSAHAAN MEMILIKI ISO 14000 : PT FREEPORT



STANDAR INDUSTRI INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR - INDUSTRI.
BAB I
Ketentuan umum.
Pasal 1.
Yang dimaksud dengan standarisasi industri dalam Peraturan ini meliputi:
1.definisi, terminologi, singkatan, simbol, tanda klasifikasi dalam bidang industri;
2.cara merencana, menggambar, melaksanakan usaha-usaha tehnis ekonomis;
3.cara mengolah bahan-bahan dan cara-cara mengajukan unsur-unsur mesin dan bangunan
didalam pembuatan barang dan penyelenggaraan bangunan;
4.jenis, bentuk, ukuran, mutu dan pengamanan hasil industri, beserta cara-cara
membungkusnya;
5.cara-cara mencoba, menganalisa, memeriksa dan menguji hasil-hasil industri.
Pasal 2.
 Standar Industri bertujuan:
1.menghindarkan perbedaan yang bercorak ragam untuk mencapai penghematan yang seluas-
luasnya;
2.menjamin dipercepatnya penukaran fikiran dalam bidang industri;
3.menjamin saling penukaran hasil industri;
4.meninggikan mutu dan hasil industri;
5.menyederhanakan prosedure transaksi didalam perdagangan dan kemungkinan adanya
keptuusan yang adil dan tidak berat sebelah;
6.menjamin rasionalisasi cara kerja untuk mencapai effisiensi sebesar-besarnya;
7.mengusahakan rasionalisasi didalam penggunaan bahan dan barang;
8.menjamin keselamatan dalam penyelenggaraan kerja.
BAB II.
Pelaksanaan.
Pasal 3.
(1) Untuk melaksanakan usaha standarisasi industri seperti yang termaksud dalam pasal 1
Peraturan Pemerintah ini, dibentuk sebuah Yayasan dengan nama Institut Standar -
Industri yang selanjutnya disebut ISRI, merupakan satu-satunya badan yang menerbitkan
Standar-standar Industri.
(2) ISRI adalah sebuah Yayasan yang ada dibawah bimbingan dan mendapat sokongan dari
Departemen Perindutrian Rakyat.
(3) Organisasi dan susunan ISRI ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Rakyat.
Pasal 4.
Semua Standar-standar yang telah disahkan oleh ISRI, dianggap sebagai standar-standar
industri dengan tanda ISRI; singkatan untuk Standar Industri disertai tanda-tanda lain untuk
maksud dokumentasi.
Pasal 5.
Bila sesuati fihak menghendaki supaya standar-standar yang telah dibentuknya, diakui
sebagai Standar Industri, maka standar- standar itu terlebih dahulu harus disahkan oleh ISRI
berdasarkan syarat-syarat dan aturan-aturan yang ditetapkan lebih lanjut.
Pasal 6.
Bilamana dipandang perlu, Pemerintah c.q. Departemen Perindustrian Rakyat dengan
mengingat kepentingan kesehatadn dan keselamatan umum, dapat menetapkan sesuatu standar
industri mengikat.
Pasal 7.
1) ISRI diberi hak untuk memberikan tanda pada hasil-hasil industri yang dibuat menurut
syarat SRI dan yang ternyata memenuhi mutu SRI untuk hasil-hasil industri tersebut.
(2) Cara-cara pemberian tanda tersebut dan pengawasannya diatur lebih lanjut dengan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian Rakyat.
Pasal 8.
Menteri Perindustrian Rakyat dapat mengizinkan seseorang pengusaha memakai tanda
SRI atau usul ISRI setelah diadakan pemeriksaan oleh ISRI atau oleh badan yang diberi kuasa
oleh ISRI untuk mengadakan pemeriksaan tersebut.
ISRI atau badan yang diberi kuasa olehnya berhak untuk mengadakan pemeriksaan setiap
waktu.
Pasal 9.
ISRI selain berhak mengusulkan pemberian izin pemakaian tanda, berhak pula
mengusulkan mencabut kembali izin penggunaan tanda, bila syarat-syarat SRI tidak dipenuhi
lagi.
BAB III.
Ketentuan hukuman.
Pasal 10.
Barangsiapa memakai tanda SRI tanpa izin Menteri Perindustrian Rakyat sesuai dengan
pasal 8 atau tetap menggunakan tanda SRI setelah pencabutan izin sebagai yang tersebut dalam pasal 9, dianggap melakukan tindak pidana ekonomi seperti ditentukan dalam pasal 9 Undang- undang No. 10 tahun 1961 dan dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang tindak pidana ekonomi (Undang-undang No.. 7 Drt tahun 1955, sebagai diubah dengan Undang-undang No. 8 Drt tahun 1958).

BAB IV.
Ketentuan penutup.
Pasal 11.
Dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Rakyat dapat diadakan ketentuan-
ketentuan pelaksanaan dari pada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 12.
Peraturan Pemerintah ini dapat disebut Peraturan Pemerintah tentang Standar Industri dan
mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan

CONTOH PERUSAHAAN MEMILIKI SII : PT ASTRA HONDA MOTOR


Tidak ada komentar:

Posting Komentar