ILO-OSH 2001,
Standar K3 dari PBB
Pada beberapa
kesempatan yang lalu, ISO Center telah mengupas beberapa standar K3 baik dari
tingkat global (OHSAS 18001 dan ISO 45001) maupun nasional (SMK3 PP No.50 Tahun
2012). Kali ini ISO Center akan mengupas lagi salah satu standar K3 di tingkat
internasional yang mungkin jarang didengar oleh banyak orang. Standar tersebut
adalah Standar ILO-OSH 2001.
Standar ILO-OSH
2001 Occupational Safety and Health Management Systems adalah standar
Internasional yang diterbitkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa / United
Nations) yang mengatur penerapan Sistem Manajemen dan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja secara Nasional maupun di tingkat Organisasi (Perusahaan).
Standar ILO-OSH
2001 memberikan suatu model yang cukup unik di tingkat internasional, cocok
dengan standar sistem manajemen dan semua pedoman yang terkait dengannya. Tidak
mengikat secara hukum, dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan hukum nasional,
regulasi, dan standar yang telah diterima oleh umum. Ini menggambarkan bahwa
nilai-nilai pada ILO, seperti persetujuan antara tiga pihak, dan relevan dengan
standar internasional yang termasuk di dalamnya Konvensi Keselamatan dan
Kesehatan tahun 1981 dan Konvensi Pelayanan Kesehatan Kerja tahun 1985.
Pengaplikasiannya
tidak memerlukan sertifikasi, tetapi tidak mengecualikan sertifikasi sebagai
alat pengakuan praktek yang baik jika ini adalah keinginan negara tersebut
dalam melaksanakan pedoman-pedoman ILO demi mendorong terjadinya integrasi
Sistem Manajemen K3 dengan system manajemen lain, dan menyatakan bahwa K3 harus
menjadi bagian integral dari manajemen bisnis. Sedangkan integrasi yang
diinginkan, diperlukan pengaturan yang fleksibel tergantung pada ukuran dan
jenis operasi. Memastikan kinerja K3 yang baik adalah lebih penting daripada
formalitas integrasi. Standar ILO-OSH 2001 menekankan bahwa K3 harus menjadi
tanggung jawab manajemen lini di organisasi. Pedoman memberikan panduan untuk
implementasi pada dua tingkat : Organisasi dan Nasional.
Kelebihan dari
standar ILO-OSH 2001 ialah terdapat tuntunan untuk menerapkan Kebijakan K3 dan
Standar K3 secara Nasional kemudian mewajibkan seluruh Organisasi yang berada
di wilayah ataupun kendali Negara menerapkan Kebijakan K3 dan Standar K3 sesuai
yang ditetapkan oleh Negara.
Akan tetapi
standar ILO-OSH 2001 tidak secara mutlak mengharuskan teknis penerapan K3
secara Nasional seperti disebutkan di atas dikarenakan standar ILO-OSH 2001 juga
bisa diterapkan secara individual dalam Organisasi (Perusahaan).
Penerapan Standar
ILO-OSH 2001 di Tingkat Nasional
Pada tingkat
nasional, mereka menyediakan untuk pembentukan kerangka nasional demi system
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3), hal ini sebaiknya didukung oleh
UU dan peraturan nasional. Aksi di tingkat nasional termasuk nominasi dari
lembaga yang kompeten untuk sistem manajemen K3, perumusan kebijakan nasional
yang koheren dan pembentukan kerangka kerja untuk aplikasi nasional yang
efektif dari Standar ILO-OSH 2001, baik dengan cara langsung melaksanakan dalam
organisasi atau yang adaptasi dengan kondisi nasional dan praktek oleh pedoman
nasional serta kebutuhan spesifik organisasi sesuai dengan ukuran dan sifat
kegiatan (oleh pedoman disesuaikan).
Kebijakan
nasional untuk system manajemen K3 harus dirumuskan oleh lembaga yang kompeten
dalam berkonsultasi dengan organisasi pekerja dan pengusaha, selain itu juga
harus mempertimbangkan:
Promosi Sistem
Manajemen K3 sebagai bagian dari manajemen keseluruhan
Menghindari
birokrasi, administrasi, serta biaya yang tidak terlalu diperlukan,
Dukungan oleh
Inspektorat tenaga kerja, keselamatan dan kesehatan, juga layanan lainnya.
Penerapan Standar
ILO-OSH 2001 di Tingkat Organisasi
Pedoman menekankan
bahwa kepatuhan terhadap hukum dan peraturan nasional adalah tanggung jawab
majikan. ILO-OSH 2001 mendorong terintegrasinya elemen sistem manajemen K3 ke
dalam kebijakan secara keseluruhan dan pengaturan manajemen, serta menekankan
hal tersebut pada tingkat organisasi, K3 harus menjadi tanggung jawab lini
manajemen, dan tidak harus dilihat sebagai tugas untuk departemen K3 dan/atau
spesialis.
Sistem manajemen
K3 dalam organisasi memiliki lima bagian utama yang mengikuti siklus berstandar
internasional, yakni siklus Plan-Do-Check-Act, dimana dasar dari pendekatan
sistem ini diperuntukan bagi manajemen. Bagian tersebut adalah Kebijakan,
Pengorganisasian, Perencanaan dan Pelaksanaan, Evaluasi, dan Tindakan
Perbaikan.
Kebijakan tersebut
mengandung unsur-unsur kebijakan K3 dan partisipasi kerja. Hal itu adalah dasar
dari system manajemen K3, seperti menentukan arah bagi organisasi untuk
mengikutinya.
Pengorganisasian
(Organizing) dalam hal ini mengandung unsur tanggung jawab dan
akuntabilitas, kompetensi dan pelatihan, dokumentasi dan komunikasi. Utamanya
daripada hal tersebut untuk memastikan struktur manajemen di tempat, serta
tanggung jawab yang diperlukan dialokasikan untuk memberikan kebijakan K3.
Perencanaan dan
implementasi (Planning and Implementation) mengandung unsur-unsur dari
tinjauan awal, sistem perencanaan, pengembangan dan implementasi, tujuan K3 dan
pencegahan bahaya. Melalui kajian awal, menunjukkan di mana organisasi tersebut
berdiri khususnya tentang K3, dan menggunakan hal ini sebagai dasar untuk
melaksanakan kebijakan K3.
Evaluasi
(Evaluation) mengandung unsur-unsur pemantauan dan pengukuran kinerja,
investigasi cedera yang berhubungan dengan pekerjaan, sakit dan sehat, penyakit
dan insiden, serta audit dan tinjauan manajemen. Hal itu menunjukkan bagaimana
fungsi sistem manajemen K3 dan mengidentifikasi setiap kelemahan yang perlu
diperbaiki. Hal ini termasuk unsur yang sangat penting dari audit, yang harus
dilakukan pada setiap tahap. Pihak independen dari kegiatan yang akan diaudit
haruslah melakukan audit. Hal ini tidak selalu berarti auditor itu dari pihak
ketiga saja.
Perusahaan yang memiliki standar ILO-OSH
2001 , PT PERTAMINA
Penerapan Standar ISO
14000 di Indonesia
A. Penggambaran
Umum Mengenai ISO 14000
Sebelum
mengenalkan tentang ISO 14000, terlebih dahulu kita mengetahui apa sebenarnya
ISO tersebut. ISO adalah sebuah sebuah organisasi dunia non pemerintah
dan bukan bagian dari PBB atau WTO (World Trade Organization) walaupun
Standar-standar yang dihasilkan merupakan rujukan bagi kedua organisasi
tersebut. Anggota ISO, terdiri dari 110 negara, tidak terdiri dari delegasi
pemerintah tetapi tersusun dari institusi standarisasi nasional sebanyak satu
wakil organisasi untuk setiap negara. Meski ISO adalah organisasi nonpemerintah, kemampuannya
untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau
standar nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi
non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan
hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu
badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar.
Awalnya ISO 9000
mengenai pembuatan standar bagi manajemen dan kinerja lingkungan yang disahka
pada tahun 1993 mengalami kesuksesan. Dokumen-dokumen ISO yang terkait dengan
manajemen lingkungan adalah sebagai berikut :
ISO14000: SML –
Pedoman umum mengenai Prinsip, Sistem dan Teknik Pendukung (kemudian dikenal
sebagai ISO 14004)
ISO 14001: SML –
Spesifikasi dengan pedoman penggunaan
ISO 14040:
Analisa Daur Hidup – Prinsip Umum dan Praktek-praktek
ISO 14010-12 :
Pedoman untuk Audit Lingkungan
Direvisi oleh ISO 19010-12 (berlaku untuk ISO 9001 dan ISO 14001)
Direvisi oleh ISO 19010-12 (berlaku untuk ISO 9001 dan ISO 14001)
ISO 14040 :
Standar Analisa Daur Hidup
ISO 14050 :
Vocabulary Manajemen Lingkungan
Standar –
standar yang diberikan ISO kepada para perusahaan bertujuan agar
perusahaan-perusahaan di seluruh negara dapat memiliki gambaran mengenai aturan
kerja pengelolaan lingkungan yang efektif dan dapat diterapkan pada sistem
manajemen lainnya. Dengan diberikan gambaran – gambaran tersebut, perusahaan
diharapkan memiliki suatu sistem peralatan yang dapat dipergunakan dalam
menjaga kestabilan dan kelestarian lingkungannya sehingga hal ini memungkinkan
kinerja perusahaan dengan basis lingkungan yang selalu terkendali dan terus
mengalami perkembangan.
Kementerian
Lingkungan Hidup dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) bekerjasama dengan
Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 dan berbagai stakeholders sejak tahun 1995 mengkaji,
menyebarkan informasi, dan melakukan serangkaian kegiatan penelitian dan
pengembangan penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Berdasarkan hasil
pembahasan dengan “stakeholders” di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup
menyadari potensi penerapan Sistem Manajemen Lingkungan bagi peningkatan
kualitas pengelolaan lingkungan, peningkatan peran aktif pihak swasta dan
promosi penerapan perangkat pengelolaan lingkungan secara proaktif dan sukarela
di Indonesia.
B. ISO 14000 di
Indonesia
Indonesia adalah
salah satu negara yang menerapkan standar ISO 14000 dalam pengelolaan
lingkungan di dunia industri. Seperti yang disebutkan di atas bahwa negara
Indonesia telah menerapkan standar ISO dari tahun 1993. Hal ini terus
dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) dan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000. Berbagai program seminar dan
penelitian mengenai ISO 14000 terus dikembangkan di Indonesia. Pada tahun
1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya, penelitian dan proyek percontohan
Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan
Hidup, bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak. Rangkaian kegiatan tersebut
dimaksudkan untuk menjadi investasi awal bagi penerapan ISO 14001 di Indonesia
dalam menumbuhkan sisi “demand” maupun “supply” menuju mekanisme pasar yang
wajar.
Perusahaan perlu
memiliki sistem pengelolaan lingkungan yang efisien and efektif. Hal ini
dikarenakan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan,
semakin ketatnya peraturan-peraturan lingkungan dan tekanan dari pasar kepada
perusahaan-perusahaan mengenai komitmen terhadap lingkungan. Di dalam menguji
keandalan sistem para pemasoknya, perusahaan-perusahaan ini telah melakukan
kajian atau audit lingkungan untuk menilai kinerja lingkungannya (atau yang
biasa disebut audit pihak kedua). Tetapi untuk menyakinkan bahwa sistem
perusahaan-perusahaan telah memenuhi dan secara terus menerus dapat memenuhi
persyaratan-persyaratan internasional ini maka banyak perusahaan perlu melibatkan
pihak independent sebagai penilai sistem mereka. Dari perspektif ini maka
muncullah badan-badan sertifikasi yang menjembatani antara kebutuhan calon
konsumen dengan para pemasok dalam masalah kinerja lingkungan.
Kalangan bisnis,
perdagangan, manufaktur dan jasa membutuhkan informasi tentang kualitas
manajemen lingkungan suatu perusahaan, tetapi mereka tidak mungkin melakukan
proses verifikasi tersebut sendiri. Kondisi ini yang mendorong keberadaan
Sertifikasi Standar Sistem Manajemen Lingkungan sebagai alat bantu untuk
mendapatkan jaminan bahwa rekan bisnis, pemasok, dan lain-lain
perusahaan-perusahaan terkait juga turut atau bahkan memiliki bukti komitmen
terhadap pelestarian lingkungan.
CONTOH PERUSAHAAN MEMILIKI ISO 14000 : PT
FREEPORT
STANDAR INDUSTRI INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR -
INDUSTRI.
BAB I
Ketentuan umum.
Pasal 1.
Yang dimaksud
dengan standarisasi industri dalam Peraturan ini meliputi:
1.definisi,
terminologi, singkatan, simbol, tanda klasifikasi dalam bidang industri;
2.cara
merencana, menggambar, melaksanakan usaha-usaha tehnis ekonomis;
3.cara mengolah
bahan-bahan dan cara-cara mengajukan unsur-unsur mesin dan bangunan
didalam
pembuatan barang dan penyelenggaraan bangunan;
4.jenis, bentuk,
ukuran, mutu dan pengamanan hasil industri, beserta cara-cara
membungkusnya;
5.cara-cara
mencoba, menganalisa, memeriksa dan menguji hasil-hasil industri.
Pasal 2.
Standar Industri bertujuan:
1.menghindarkan
perbedaan yang bercorak ragam untuk mencapai penghematan yang seluas-
luasnya;
2.menjamin
dipercepatnya penukaran fikiran dalam bidang industri;
3.menjamin
saling penukaran hasil industri;
4.meninggikan
mutu dan hasil industri;
5.menyederhanakan
prosedure transaksi didalam perdagangan dan kemungkinan adanya
keptuusan yang
adil dan tidak berat sebelah;
6.menjamin
rasionalisasi cara kerja untuk mencapai effisiensi sebesar-besarnya;
7.mengusahakan
rasionalisasi didalam penggunaan bahan dan barang;
8.menjamin
keselamatan dalam penyelenggaraan kerja.
BAB II.
Pelaksanaan.
Pasal 3.
(1) Untuk
melaksanakan usaha standarisasi industri seperti yang termaksud dalam pasal 1
Peraturan
Pemerintah ini, dibentuk sebuah Yayasan dengan nama Institut Standar -
Industri yang
selanjutnya disebut ISRI, merupakan satu-satunya badan yang menerbitkan
Standar-standar
Industri.
(2) ISRI adalah
sebuah Yayasan yang ada dibawah bimbingan dan mendapat sokongan dari
Departemen
Perindutrian Rakyat.
(3) Organisasi
dan susunan ISRI ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Rakyat.
Pasal 4.
Semua
Standar-standar yang telah disahkan oleh ISRI, dianggap sebagai standar-standar
industri dengan
tanda ISRI; singkatan untuk Standar Industri disertai tanda-tanda lain untuk
maksud
dokumentasi.
Pasal 5.
Bila sesuati
fihak menghendaki supaya standar-standar yang telah dibentuknya, diakui
sebagai Standar
Industri, maka standar- standar itu terlebih dahulu harus disahkan oleh ISRI
berdasarkan
syarat-syarat dan aturan-aturan yang ditetapkan lebih lanjut.
Pasal 6.
Bilamana
dipandang perlu, Pemerintah c.q. Departemen Perindustrian Rakyat dengan
mengingat
kepentingan kesehatadn dan keselamatan umum, dapat menetapkan sesuatu standar
industri
mengikat.
Pasal 7.
1) ISRI diberi
hak untuk memberikan tanda pada hasil-hasil industri yang dibuat menurut
syarat SRI dan
yang ternyata memenuhi mutu SRI untuk hasil-hasil industri tersebut.
(2) Cara-cara
pemberian tanda tersebut dan pengawasannya diatur lebih lanjut dengan Surat
Keputusan
Menteri Perindustrian Rakyat.
Pasal 8.
Menteri
Perindustrian Rakyat dapat mengizinkan seseorang pengusaha memakai tanda
SRI atau usul
ISRI setelah diadakan pemeriksaan oleh ISRI atau oleh badan yang diberi kuasa
oleh ISRI untuk
mengadakan pemeriksaan tersebut.
ISRI atau badan
yang diberi kuasa olehnya berhak untuk mengadakan pemeriksaan setiap
waktu.
Pasal 9.
ISRI selain
berhak mengusulkan pemberian izin pemakaian tanda, berhak pula
mengusulkan
mencabut kembali izin penggunaan tanda, bila syarat-syarat SRI tidak dipenuhi
lagi.
BAB III.
Ketentuan hukuman.
Pasal 10.
Barangsiapa
memakai tanda SRI tanpa izin Menteri Perindustrian Rakyat sesuai dengan
pasal 8 atau
tetap menggunakan tanda SRI setelah pencabutan izin sebagai yang tersebut dalam
pasal 9, dianggap melakukan tindak pidana ekonomi seperti ditentukan dalam
pasal 9 Undang- undang No. 10 tahun 1961 dan dikenakan hukuman sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang
tindak pidana ekonomi (Undang-undang No.. 7 Drt tahun 1955, sebagai diubah dengan
Undang-undang No. 8 Drt tahun 1958).
BAB IV.
Ketentuan
penutup.
Pasal 11.
Dengan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian Rakyat dapat diadakan ketentuan-
ketentuan
pelaksanaan dari pada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 12.
Peraturan
Pemerintah ini dapat disebut Peraturan Pemerintah tentang Standar Industri dan
mulai berlaku
pada hari diundangkan.
Agar supaya
setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
CONTOH PERUSAHAAN MEMILIKI SII : PT ASTRA
HONDA MOTOR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar