Sebagai negara
dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi melebihi 1,363 miliar jiwa (perkiraan 2014), yang
mayoritas merupakan bangsa Tionghoa. Untuk menekan jumlah penduduk,
pemerintah giat menggalakkan kebijakan satu anak.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memprediksi, India akan menjadi negara terpadat di dunia hanya dalam waktu 14 tahun. Pada 20208, India akan dihuni oleh 1,45 miliar jiwa. Kemudian, pada tahun 2060, penduduk India akan mencapai sekitar 1,6 miliar jiwa.
Bagi banyak orang di India, menjadi negara dengan penduduk terbanyak di dunia akan menjadi sebuah prestasi. Hal ini menandakan sebuah kemajuan negara dalam persaingan dengan Cina.
Namun, bagi generasi tua, predikat negara terpadat dunia merupakan sebuah kegagalan. Sebab, negara mereka telah melakukan upaya untuk menekan angka kelahiran sejak tahun 1970, seperti kampanye sterilisasi dan penggunaan alat kontrasepsi.
DAMPAK KEPADATAN PENDUDUK
a.
Berkurangnya Ketersediaan Lahan
Peningkatan
populasi manusia atau meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingkat
kepadatan semakin tinggi .Pada sisi lain ,luas tanah atau lahan tidak
bertambah.Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan tanah pertanian semakin
berkurang karena digunakan untuk pemukiman penduduk.
b.
Kebutuhan Udara Bersih
Setiap makluk hidup
membutuhkan oksigen untuk pernapasan .Demikian pula manusia sebagai
makluk hidup juga membutuhkan oksigen untuk kehidupanya.Manusia memperoleh
oksigen yang dibutuhkan melalui udara bersih .Udara bersih berati udara yang
tidak tercemar,sehingga huyakitas udara terjaga dengan baik.Dengan udara yang
bersih akan diperoleh pernapasan yang sehat.
c. Kerusakan Lingkungan
Setiap tahun, hutan
dibuka untuk kepentingan hidup manusia seperi untuk dijadikan lahan pertanian
atau pemukiman .Para ahli lingkungan memperkirakan lebih dari 70% hutan di
dunia yang alami telah ditebang atau rusak parah .Menigkatnya
jumlah penduduk akan diiringi pula dengan meningkatnya penggunaan
sumber alam hayati. Adanya pembukaan hutan secara liar untuk
dijadikan tanah pertaniaan atau untuk mencari hasil hutan sebagai
mata pencaharian penduduk akan merusak ekosistem hutan.
d. Kebutuhan Air Bersih
Air merupakan
kebutuhan mutlak makhluk hidup .Akan tetapi,air yang dibutuhkan manusia
sebagai mkhluk hidup adalah air bersih. Air bersih digunakan untuk kebutuhan
penduduk atau rumah tangga sehari-hari. Bersih merupakan air yang
memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat fisika ,kimia ,dan biologi.
Syarat kimia yaitu air yang tidak mengandung zat-zat kimia yang membahayakan
kesehatan manusia. Syarat fisika yaitu air tetap jernih (tidak
brubah warna), tidak ada rasa, dan tidak berbau. Syarat biologi yaitu air tidak
mengandung mikrooganisme atau kuman-kuman penyakit.
e. Kekurangan Makanan
Manusia sebagai
mahkluk hidup membutuhan makanan. Dengan bertambahnya jumlah
populasi manusia atau penduduk, maka jumlah kebutuhan makanan yang
diperlukan juga semakin banyak. Bila hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan
produksi pangan, maka dapat terjadi kekurangan makanan .Akan
tetapi,biasanya laju pertambahan penduduk lebih cepat daripada kenaikan
produksi pangan makanan. Ketidakseimbangan antara bertambahnya
penduduk dengan bertambahnya produksi pangan sangat mempengaruhi
kualitas hidup manusia. Akibatnya, penduduk dapat kekurangan gizi atau pangan.
Kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh seseorang terhadap suatu
penyakit rendah, sehingga mudah terjangkit penyakit.
FAKTOR-FAKTOR KEPADATAN PENDUDUK
1. Faktor Kelahiran
Faktor ini
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk.
Contohnya di Jawa timur, Data Badan Pusat Statistik Pada tahun 1971 jumlah
penduduk jawa timur mencapai 25 juta jiwa, pada tahun 1980 meningkat menjadi 29
juta, pada tahun 1990 meningkat menjadi 32 juta, pada tahun 1995 meningkat
menjadi 33 juta, pada tahun 2000 meningkat menjadi 34 juta dan pada tahun 2010
meningkat menjadi 37 juta jiwa. Jika ini pertambahan penduduk ini terus
terjadi, akan menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk.
2. Faktor Iklim dan
Tempat Strategis
Faktor ini juga
menjadi salah satu penyebab kepadatan penduduk. Dengan iklim yang nyaman dan
letak tempat yang strategis membuat penduduk beramai-ramai untuk menetap di
wilayah tersebut. Jika hal ini terjadi secara terus menerus, maka secara
perlahan akan menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ini juga menjadi
salah satu penyebab kepadatan penduduk. Dengan terbukanya lapangan pekerjaan di
suatu wilayah menyebabkan penduduk berbondong-bondong untuk menetap di wilayah
tersebut. Hal inilah yang menjadi penyebab kepadatan penduduk di suatu wilayah.
4. Faktor Sosial
Faktor ini menjadi
salah satu penyebab kepadatan penduduk. Penduduk akan senang dengan suatu
tempat yang wilayahnya relatif aman. Jika suatu wilayah memiliki kondisi yang
relatif tidak aman, maka wilayah tersebut hanya akan ditempati oleh beberapa penduduk
saja.
Beberapa cara
mengatasi kepadatan penduduk sebagai berikut.
1. Dengan melakukan
pengendalian angka kelahiran. Di Indonesia pemerintah melakukan upaya
pengendalian dengan memperkenalkan program KB (Keluarga Berencana) untuk
mengendalikan angka kelahiran di Indonesia dan penundaan usia untuk menikah.
2. Dengan melakukan
pemindahan penduduk dari wilayah yang padat penduduknya ke wilayah yang kurang
penduduknya. Dengan upaya ini akan mengurangi jumlah kepadatan di wilayah yang
padat penduduknya.
3. Dengan melakukan
pemerataan lapangan kerja. Pemerataan lapangan kerja dilakukan dengan
mengembangkan Industri, pertanian, perkebunan, petambangan dan perikanan di
wilayah yang lain. Dengan upaya ini diharapkan penduduk tidak terfokus untuk
mencari pekerjaan di satu wilayah saja.
LANSIA PADA BEBERAPA TAHUN MENDATANG
Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan jumlah penduduk berusia
lanjut terus mengalami peningkatan, sehingga program pemberdayaan untuk
kelompok ini harus lebih intensif agar mereka tidak menjadi beban keluarga.
"Berdasarkan survei 2010, jumlah penduduk berusia lanjut (lansia) di
Indonesia sekitar 18 juta jiwa. Tahun ini diperkirakan lebih dari 20 juta
penduduk yang masuk lansia. Jika tidak ada program pemberdayaan yang intensif
maka permasalahan lansia bisa berkembang menjadi serius," kata Deputi
Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Sudibyo Alimoeso di Batam,
Senin (10/9/2012) kemarin. BKKBN, kata dia, bersyukur karena sekitar 80 persen
dari para lansia tersebut masih produktif dan mampu mencukupi kebutuhan sendiri
sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain. Dia menjelaskan, pada usia yang
tidak lagi produktif lansia masih bisa diberdayakan untuk bidang-bidang
pekerjaan tertentu salah satunya penasihat dan lain sebagainya. "Jika
mereka tidak diberdayakan maka mereka akan menjadi beban keluarga dan beban
negara karena mereka tidak bisa membiayai dirinya sendiri," katanya.
Dia juga menambahkan, setelah mengikuti konferensi internasional yang salah satunya membahas tentang lansia di China diketahui bahwa banyak negara lain yang serius mengembangkan program pemberdayaan lansia di wilayahnya masing-masing. "Di China, Jepang atau Afrika Selatan tengah risau karena penduduknya semakin tua sementara memiliki anak yang relatif sedikit dengan rentang umur yang sangat jauh. Bahkan banyak laporan dari Jepang yang para lansianya bunuh diri karena merasa kesepian serta tidak mendapat perhatian dari anak-anak mereka," katanya. Sudibyo mengatakan, meski masih jauh dari hal-hal seperti itu, namun para lansia di Indonesia harus terus dibimbing untuk berkarya sehingga tidak merasa kesepian. "Di wilayah pedesaan, permasalahan timbul ketika anak-anak muda pergi bekerja ke kota dan meninggalkan desa mereka sehingga para lansia tinggal di rumah tanpa ikut program pemerintah. Mereka harus diberdayakan dan tidak boleh merasa sendiri," kata dia. Untuk itu, kata Sudibyo salah satu upaya juga bisa dengan menggalakkan program urbanisasi sehingga pembangunan merata hingga ke semua wilayah dan tidak perlu lagi mencari kerja ke kota melainkan bisa membangun daerahnya masing-masing. "Dengan demikian lansia tidak ditinggalkan, malah lansia bisa berpartisipasi dalam pembangunan mengingat pengalaman dan pengetahuan lansia yang lebih matang," katanya.
Dia juga menambahkan, setelah mengikuti konferensi internasional yang salah satunya membahas tentang lansia di China diketahui bahwa banyak negara lain yang serius mengembangkan program pemberdayaan lansia di wilayahnya masing-masing. "Di China, Jepang atau Afrika Selatan tengah risau karena penduduknya semakin tua sementara memiliki anak yang relatif sedikit dengan rentang umur yang sangat jauh. Bahkan banyak laporan dari Jepang yang para lansianya bunuh diri karena merasa kesepian serta tidak mendapat perhatian dari anak-anak mereka," katanya. Sudibyo mengatakan, meski masih jauh dari hal-hal seperti itu, namun para lansia di Indonesia harus terus dibimbing untuk berkarya sehingga tidak merasa kesepian. "Di wilayah pedesaan, permasalahan timbul ketika anak-anak muda pergi bekerja ke kota dan meninggalkan desa mereka sehingga para lansia tinggal di rumah tanpa ikut program pemerintah. Mereka harus diberdayakan dan tidak boleh merasa sendiri," kata dia. Untuk itu, kata Sudibyo salah satu upaya juga bisa dengan menggalakkan program urbanisasi sehingga pembangunan merata hingga ke semua wilayah dan tidak perlu lagi mencari kerja ke kota melainkan bisa membangun daerahnya masing-masing. "Dengan demikian lansia tidak ditinggalkan, malah lansia bisa berpartisipasi dalam pembangunan mengingat pengalaman dan pengetahuan lansia yang lebih matang," katanya.
DAMPAK IMPOR PANGAN BAGI MASYARAKAT INDONESIA
Krisis pangan yang
dihadapi bangsa Indonesia selama ini selalu diatasi dengan melaksanakan
kebijakan impor. Kebijakan impor sebagai suatu kebijakan jangka pendek tentunya
memiliki dampak terhadap bangsa Indonesia secara ekonomi maupun sosial.
Dampak yang
diterima bangsa Indonesia adalah pengeluaran devisa negara yang cukup besar
untuk melaksanakan impor. Hal ini berarti bangsa Indonesia telah memberikan
penghidupan bagi petani negara lain, sedangkan bagi petani dalam negeri tidak.
Suatu hal yang ironis bagi sebuah negara agraris yang luas dan kaya seperti
Indonesia.
Dengan melaksanakan
kebijakan impor produk pertanian dalam negeri tidak mampu bersaing dengan
produk pertanian luar negeri. Sebagai contoh dalam komoditas kedelai, gandum,
dan beras. Saat ini apabila ada kesenjangan antara ketersediaan pangan dan
kebutuhan akan pangan, maka sudah dapat dipastikan pemerintah akan
mengutamakan melaksanakan kebijakan impor. Misalnya, pada kebutuhan akan
kedelai. Kebutuhan akan kedelai selalu mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Diperkirakan tiap tahunnya kebutuhan akan biji kedelai adalah kurang
lebih 1,8 juta ton dan bungkil kedelai sebesar 1,1 juta ton. Guna memenuhi
kebutuhan maka pemerintah melaksanakan kebijakan impor. Impor kedelai ini
menyebabkan petani dalam negeri sulit untuk bersaing karena murahnya harga
kedelai impor. Perlu diketahui dalam rangka pemenuhan akan kedelai , kita harus
mengimpor kurang lebih 60% dari luar negeri.
Pada
komoditas gandum, kini negara Indonesia telah menjadi negara
pengimpor gandum terbanyak di dunia, melalui MNC (multi national corporation)
yaitu sebesar 2,5 juta ton. Untuk mengimpor gandum sebanyak itu
diperlukan dana hampir Rp 8 triliun/tahun dan hal itu telah menguras devisa
negara yang ada. Pada era liberalisasi ini pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan perdagangan dengan memurahkan gandum. Tidakkah pemerintah menyadari
betapa buruk dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut? Sebagai negara
berkembang kita bisa saja ikut serta dalam liberalisasi perdagangan, apabila
liberalisasi tersebut mampu mendorong berkembangnya agroindustri, harga
membaik, produktivitas produk ekspor meningkat ,upah riil naik dan tercipta
lapangan kerja karena dorongan ekspor. Kini masyarakat Indonesia cenderung
menjauhi produk lokal dan lebih menjatuhkan pilihannya pada produk impor
seperti gandum impor ini. Jelas saja mereka lebih memilih gandum impor daripada
sagu, ketela pohon, jagung atau produk lokal lainnya, hal ini disebabkan harga
gandum yang lebih murah daripada harga sagu, jagung, ketela pohon dan produk
lokal lainnya. Indonesia akan mengalami kesulitan diversifikasi pangan
dan mendorong peningkatan produksi terutama dalam membangun agroindustri pangan
non gandum guna investasi masa depan.
Masalah terkait
lainnya yakni impor beras. Perlu kita akui disini, beras merupakan makanan
pokok rakyat Indonesia. Dari balita hingga akhir hayat pun kita pasti akan
mengkonsumsi beras (nasi). Itu dikarenakan kebiasaan kita yang memang sangat
sulit untuk dirubah. Mungkin karena kesulitan itulah , sebagian besar rakyat
Indonesia tidak akan pernah dan tidak akan mau untuk menggantikan posisi beras
dalam kehidupan pangan mereka. Dengan stok yang tidak mencukupi maka hal ini
akan menimbulkan ketimpangan hingga akhirnya satu-satunya jalan yang dapat
ditempuh adalah dengan impor beras.
Belakangan ini
kebijakan impor sering dijadikan ajang untuk memperoleh untung bagi pihak-pihak
yang tidak bartanggung jawab. Pemerintah selalu mengemukakan alasan yang sama
terhadap munculnya kebijakan impor beras dari tahun ketahun yaitu untuk
stabilisasi harga dan pemenuhan stok beras bulog yang tidak mencapai satu juta
ton. Perihal ini telah menimbulkan reaksi keras dari banyak kalangan.
Misalnya, Mochamad Maksur, beliau adalah peneliti pada Pusat studi pedesaan dan
kawasan Universitas Gajah Mada. Mochamad Maksur mengatakan langkah impor yang
diambil oleh pemerintah merupakan publik sembrono
Kisaran harga beras
dipasar internasional saat ini 14% lebih murah dibandingkan harga dalam negeri,
dan keikutsertaan Indonesia dalam WTO memaksa pengurangan pajak bea cukai ,
termasuk untuk produk pertaniaan. Harga beras impor yang murah karena tidak
terkalibrasi oleh pajak impor akan menyeret harga beras dalam negeri menjadi
murah. Kemungkinan turunnya harga beras inilah yang menjadi tujuan pemerintah.
Di satu sisi hal ini meringankan konsumen namun di sisi lain kebijakan ini
selalu merugikan petani. Turunnya harga beras mengakibatkan tidak
tertutupnya biaya produksi petani beras, illegal dalam jumlah besar. Hal ini
tentu saja akan membuata harga beras lokal akan semakin kompetitip. Dan
lagi-lagi pihak yang sangat dirugikan adalah petani.
Pemerintah
seharusnya memahami peranan pangan dalam negeri yang sesunguhnya. Pangan dalam
negeri sangat berperan dalam mengatasi kemiskinan, penciptaan lapangan kerja,
pendorong berkembangnya agroindustri pembangunan desa, yang tak kalah pentinnya
pangan dapat mensuplai energy /protein serta serat-serat bagi masyarakat.
Apabila kita bandingkan dengan pangan impor peran pangan dalam negeri sifatnya
lebih kompleks dan lebih penting. Pangan impor tidak bisa mensubstitusi pangan
lokal secara keseluruhan dan sempurna , terbatas pada penyesuaian suplai energy
saja. Oleh karena begitu pentingnnya peran pangan dalam negeri kita , warga
negara Indonesia wajib mempertahankannya. Mampu mempertahankan keberadaan
pangan dalam negeri,berarti kita juga mampu mempertahankan kedaulatan Indonesia
yang telah merdeka sejak 62 tahun yang lalu. Karena salah satu aspek dalam
mempertahankan kedaulatan adalah pemenuhan kebutuhan dasar penduduknya, yaitu
pangan. Seperti yang kita ketahui , sejak tahun 1984 berlalu Indonesia selalu
mengimpor atau memasok pangan dari luar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Hal ini merupakan suatu hal yang harus dihentikan, memang impor itu perlu
dilakukan . Akan tetapi, ide untuk menyandarkan atau menggantungkan kebutuhan
dasar (pangan ) pada negara lain secara terus menerus akan berdampak
sangat buruk bagi kedaulatan bangsa. Apabila hal tersebut terus berlangsung,
maka sedikit demi sedikit dan tak langsung, kita telah mengikis kedaulatan
bangsa kita.artinya kita secara tak sengaja telah membuat bangsa kita terjajah
oleh bangsa lain (negara pengekspor). Itu tidak lain dikarenakan kita selau
tergantung kepada mereka.
USIA MASYARKAT INDONESIA 10 TAHUN MENDATANG
Angka harapan hidup
di Indonesia naik untuk sepuluh tahun mendatang. Sekarang usia harapan hidup
rata-rata mencapai 50 atau 60 tahunan. Nantinya rata-rata angka harapan hidup
berada di kisaran 68-71 tahun. Menurut dr Hendro Riyanto SpKJ MM, naiknya
harapan hidup itu memengaruhi komposisi usia penduduk lima tahun mendatang.
“Tahun 2020, piramida penduduk akan terbalik. Jumlah lansia lebih banyak daripada
anak-anak,” ucap Hendro.
Angka penduduk di
atas 60 tahun mencapai 15-20 persen dari total penduduk Indonesia. Sayangnya,
panjangnya usia lansia itu diikuti panjangnya daftar masalah kesehatan.
Salah satunya
adalah masalah kejiwaan, yakni depresi. Depresi lansia, menurut dokter
sekaligus dosen Universitas Wijaya Kusuma itu, dipicu banyak faktor. Faktor
penyakit degeneratif. Para lansia umumnya stres karena penyakit-penyakit yang
mulai bermunculan.